Mempertanyakan Kebangkitan
& Kenaikan Isa Al Masih
Kisah Penyaliban
Benarkah nabi Isa Al Masih
alaihissalam disalib dan meninggal pada kayu salib? Pertanyaan tersebut menarik
untuk didiskusikan karena persoalan penyaliban akan membawa implikasi panjang
pada aqidah umat. Sebab seperti kita ketahui, doktrin Kristen menegaskan bahwa
Isa Al Masih, yang oleh kalangan Kristen disebut dengan Yesus, meninggal di
kayu salib. Implikasi panjang yang saya maksud, karena konsep penyaliban
tersebut menjadi tonggak “aqidah” umat Kristen tentang kenaikan dan kebangkitan
Yesus, yang pada ujung-ujungnya mengarah pada pengakuan Ketuhanan Yesus.
Nabi
Isa, dalam sejarahnya, memang mendapat hukuman salib. Hukuman itu diterimanya
karena beliau dianggap menghujat Allah dengan mengatakan bahwa dirinya adalah
anak Allah (Mat. 26:63). Tetapi ketika
diajukan ke wali negeri, Isa Al-Masih dituduh makar sehingga Pilatus
bertanya: Engkau raja orang Yahudi?(Mat 27:11). Karena dituduh makar itulah, beliau
disalib.
Marilah
kita telaah sejarah itu secara obyektif. Dalam injil dijelaskan sebagai
berikut: “Hari itu ialah persiapan Paskah, kira-kira jam 12″ (Yoh 19:14). Istilah Paskah sendiri berasal dari bahasa
Ibrani dari kata “pesah” yang berarti: melewati. Upacara ini seperti dijelaskan
Perjanjian Lama sebenarnya dilaksanakan sebagai peringatan pembebasan bangsa
Israel dari bangsa Mesir, yang pada saat itu anak-anak sulung orang Mesir
dibunuh, tetapi pintu-pintu rumah orang Ibrani “dilewati”, karena ambang atas
dan kedua tiang pintu rumah mereka disapu dengan darah anak kambing domba (kel 12:23-28).
Sedang
dalam Perjanjian Baru, Yesuslah yang disebut-sebut sebagai “anak domba
Paskah” (I Kor 5:7). Dengan demikian, menurut keyakinan Kristen
sendiri Isa Al Masih (harus) disalib untuk menebus dosa umatnya sebagai akibat
dosa yang diwariskan Adam dan Hawa. Dengan penyaliban tersebut, maka manusia
terbebas dari siksaan akibat dosa tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya gereja
menyatakan bahwa Paskah adalah hari “Kebangkitan Yesus”. Dalam persiapan
Paskah, kira-kira jam 12, Pitalus selaku gubernur Romawi, memutuskan untuk
menyerahkan Isa Al Masih kepada orangorang Yahudi, agar disalib di bukit
Golgota (Bukit Tengkorak). Maka Isa Al Masih dipaksa memanggul salib ke Bukit
Golgota.
Setelah
sampai di bukit Golgota (Matius 27:46) kira-kira
jam tiga sore berserulah Isa Al Masih dengan suara nyaring “Eli, Eli lama sahakhtani!, yang artinya “Tuhanku, Tuhanku mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Hari
itu adalah hari persiapan Paskah dan besoknya adalah hari Sabat (hari Sabtu).
Bagi umat Yahudi, hari Sabat adalah hari ketujuh, hari yang suci dan Tuhan
berhenti bekerja pada hari tersebut, sehingga orang Yahudi dilarang bekerja
apapun (Kel 20:8-11), termasuk melakukan penyaliban, dan orang
yang bekerja pada hari itu harus dihukum mati (kel 31:12-14).
Pada saat itu, waktu yang tersisa
untuk menyelesaikan pekerjaan penyaliban, sebelum memasuki hari Sabat, tinggal
2,5 – 3 jam lagi (ingat, bahwa pergantian waktu menurut tradisi Yahudi adalah
terbenamnya matahari, bukan pada jam 00.00).
Terdesak oleh waktu, dan untuk
mempercepat proses kematian orang-orang yang disalib tersebut, orang-orang
Yahudi ingin segera memastikan kematian dcngan cara “mematahkan kaki”, yaitu
meremukkan kaki dengan batas bagian tempurung ke bawah.
“Datanglah
orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang
yang disalib tersebut dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan”. (Yoh
19: 31).
Isa Al Masih Meninggal di kayu salib?
Tepat giliran Isa Al Masih, para
serdadu Romawi ternyata tidak mematahkan kakinya. Sebab, mereka menyangka Isa
Al Masih telah mati.
“Tetapi
ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa ia telah mati, mereka tidak
mematahkan kakinya.” ( Yoh. 19:33).
“Filatus
heran saat mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala serdadu
dan menanyakan kepadanya benarkah Yesus sudah mati.” (Markus 15 : 44 ).
Benarkah Isa Al Masih telah mati di
kayu salib? Itulah pertanyaan kritis, yang saat itu juga sempat membuat Pilatus
terheran-heran. Berdasarkan catatan sejarah dan tinjauan sains, umumnya orang
yang disalib baru mengalami kematiannya, minimal 2 hari.
Kematian pada kayu salib baru bisa
terjadi oleh dua hal:
Pertama, oleh infeksi. Dipakunya tangan dan kaki pada kayu salib
membuka peluang masuknya kuman ke dalam tubuh. Tanpa perlindungan antibiotika,
kuman tersebut akan berkembang dan menyebar ke seluruh tubuh. Proses kematian
karena infekasi seperti ini, biasanya berlangsung 2-3 hari.
Kedua, Kematian disalib terjadi karena kelaparan dan dahaga. Dengan
tidak masuknya bahan makanan yang diperlukan untuk kehidupan normal, maka hal
tersebut akan mengganggu metabolisme dalam tubuh. Karena tidak adanya suplai
makanan, tubuh memobilisasi bahan simpanan yang ada dalam tubuh. Bila simpanan
karbohidrat dalam bentuk glikogen yang ada habis, maka protein yang ada di otot
digunakan sebagai pembentukan energi yaitu pembentukan ATP ATP merupakan energi
“siap pakai”. Bila protein yang ada di otot berkurang sedemikian rupa, maka
fungsi sel akan terganggu dan diakhiri dengan kematian. Proses ini biasanya
berlangsung 6-7 hari.
Dengan tinjauan medis seperti itu,
terbukti bahwa waktu 1 hari (saat itu hari Jum’at) belum cukup untuk membuat
Isa Al Masih meninggal di kayu salib.
Di sisi lain, karena mengira Yesus
sudah mati itulah seorang dari prajurit menikam lambungnya dengan tombak dan
segera mengalir keluar darah dan air (Yoh 19:34).
Pertanyaan kritis selanjutnya adalah
mungkinkah orang yang sudah mati mengalirkan darah jika terkena tikaman?
Keluarnya darah dari organ tubuh
yang ditikam menandakan masih aktifnya aliran darah dalam sistem peredaran
orang tersebut dan itu berarti jantung yang bertugas memompa darah ke seluruh
tubuh masih berfungsi. Masih berfungsinya jantung tersebut, menandakan bahwa
seseorang masih hidup.
Penelaahan yang cermat dan objektif
terhadap ayat-ayat Bibel di atas membuktikan bahwa saat itu Isa Al Masih belum
meninggal. Ia hanya pingsan. Dan, kondisi pingsan itulah yang dilihat para
serdadu sebagai kondisi mati (ingat, pada kejadian tersebut para serdadu hanya
melihat bukan memeriksa bahwa Yesus telah mati).
Al-Qur’an tentang Penyaliban Isa Al Masih
Lolosnya Isa Al Masih dan pematahan
kaki yang berarti tidak dilakukannya pemastian kematian karcna para serdadu
sudah yakin Isa Al Masih telah meninggal merupakan suatu pertolongan Allah atas
hambaNya. Pingsannya Isa Al Masih telah dilihat oleh para serdadu sebagai
kematian lsa Al Masih.
Kronologis peristiwa yang
diung-kapkan oleh Bibel justru menunjukkan hahwa saat itu Isa Al Masih belum
meninggal. Namun, kebenaran ini justru ditolak oleh umat Kristen demi konsep
Ketuhanan Yesus yang dirumuskan dalarn Konsili Nicea tahun 325 M. Sebab konsep
Ketuhanan itu mengharuskan adanya proses “evolusi Ketuhanan Yesus” sebagai
berikut: penyaliban, mati, bangkit (hidup kembali), duduk di surga di sebelah
kanan Allah (Markus 16:19), dan (menjadi) Tuhan.
Al-Qur’an sendiri secara gamblang
menjelaskan bahwa Isa Al Masih tidak mati dibunuh pada kayu salib.
“Dan
lantaran perkataan mereka yang mengatakan: Sesungguhnya kami telah membunuh Isa
Al Masih anak Maryam rasul Allah itu. Padahal sebenarnya mereka tidak
membunuhnya dan tidak pula menyalibnya (hingga mati), melainkan hanyalah
diserupakan saja pada mereka … “. (An-Nisa’ / 4 : 157).
Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakry, SH. dalam bukunya “Isa dalam Al Qur’an Muhammad dalam Bible”. (Firdaus), cet. 8, hal. 45 dan 47 menyatakan penafsirannya tentang QS An Nisa’/4:157.
Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakry, SH. dalam bukunya “Isa dalam Al Qur’an Muhammad dalam Bible”. (Firdaus), cet. 8, hal. 45 dan 47 menyatakan penafsirannya tentang QS An Nisa’/4:157.
“Kalimat
“Ma qotaluhu wama sholabuhu” yang berarti: “Mereka tidak membunuhnya dan tidak
menyalibnya” haruslah diartikan sebagai penguat (kalimat) satu dengan yang
lain. Ma qotaluhu artinya mereka tidak membunuh Isa
dengan jalan apa saja (di sini membunuh berarti umum). Ma sholabuhu mereka juga tidak membunuhnya dengan
penyaliban. Disini membunuh dengan cara khusus yakni dengan penyaliban
(kruisiging).”
Penyaliban artinya memakukan orang
dengan membentangkan kedua tangan pada kayu yang bersilang sehingga mati. Kalau
tidak sampai mati namanya bukan penyaliban, tetapi hanya terserupa saja sebagai
penyaliban.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
lsa Al Masih tidak disalib, tetapi yang disalib sampai mati adalah Yudas
Iskariot alias Yahuda Askhariyuti. Pendapat seperti ini sulit
dipertanggungjawabkan sebab Al-Qur’an sama sekali tidak pernah menyebut atau
mengkisahkan nama tersebut.
Lantas
dari mana umat Islam mengenal nama Yudas Iskariot? Jawaban atas pertanyaan ini
bisa kita baca lewat keterangan Prof. HAMKA:
“Mereka menerima riwayat dari orang-orang
Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam. Satu riwayat yang dinukilkan Ibnu Jarir
menyatakan bahwa rupa Isa disamakan kepada Yahuda (Yudas) itu sendiri, sehingga
dialah yang ditangkap dan dialah yang disalib.”
….. Adapun riwayat-riwayat ini
diterima oleh sahabat Rasulullah dan penafsir sesudahnya ialah orang-orang
ahlul kitab yang masuk Islam, diantaranya Wahab bin Munabbih.
Jadi, jelas bahwa umat Islam
mengenal Yudas dari ahlul kitab, bukan dari Al-Quran.
Misteri Penguburan Isa Al Masih
Dalam
keadaan pingsan serdadu menganggap dalam keadaan mati Isa Al Masih diturunkan
dari kayu salib.
Berikut
adalah penjelasan Bibel, berkaitan dengan peristiwa-peristiwa setelah Isa Al
Masih dianggap mati di kayu salib.
“sesudah itu Yusuf dari Arimatea ia murid Yesus tetapi sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi meminta kepada Pilatus supaya ia diperholehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu ( Yoh 19:38 ).
“sesudah itu Yusuf dari Arimatea ia murid Yesus tetapi sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi meminta kepada Pilatus supaya ia diperholehkan menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan permintaannya itu. Lalu datanglah ia dan menurunkan mayat itu ( Yoh 19:38 ).
Juga
Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. la membawa
campuran minyak mur dengan minyak gaharu. Kira-kira lima puluh kali
beratnya ( Yoh 19:39 ).
Mereka
rnengambil mayat Yesus, menggapainya dengatt kain lerran dan membubuhinya
dengan rempah-rampah menurut adat vrartg Yahudi bila menguburkan mayat (Y oh
19:40 ).
Yusuf pun membeli kain lenan,
kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan menggapainya dengan kain
lenan itu. Lalu ia membaringkan dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit
batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu kepintu kubur itu ( Markus
19:46 ).
Setelah
lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli
rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus ( Markus 16:1 ).
Ayat-ayat tersebut, memang jika
dibaca tanpa daya kritis, seolah menguatkan fenomena bahwa Isa Al Masih
meninggal karena disalib. Tetapi marilah dengan kekuatan nalar, kita telaah
makna-makna di balik ayat-ayat tersebut.
Secara kronologis, peristiwa
penurunan Isa Al Masih dari kayu salib, seperti dijelaskan ayat-ayat diatas,
adalah sebagai berikut:
1.
Hari
Jum’at, sebelum masuk waktu Sabat (sebelum maghrib) Yusuf dari Arimatea membawa
Yesus ke kuburnya.
2.
Malam
harinya, Nikodemus datang ke kubur dengan membawa campuran minyak mur dan
gaharu. Lalu mengkafani Yesus dengan kain lenan.
3.
Ahad
pagi hari, Maria Magdalena dan kawan-kawan membawa rempah-rempah ke kubur untuk
meminyaki Yesus.
Dari kronologi tersebut, muncul
pertanyaan “mayat” Isa Al Masih sudah diberi rempah-rempah untuk diminyaki oleh
Yusuf Arimatea dan Nikodemus serta dikafani, mengapa pada pagi hari dua hari
berikurnya (hari Ahad) datang para wanita ke kubur dengan membawa rempah-rempah
dan minyak untuk meminyaki Isa Al Masih?
Jawabannya tidak sulit, datangnya
para wanita tersebut pada dua hari sesudah “penguburan” justru menunjukkan
bahwa Isa Al Masih belum meninggal. Kedatangan mereka dengan membawa tambahan
rempahrempah tersebut, tentu saja, dimaksudkan untuk mengobati Isa Al Masih.
Mengingat rempah-rempah dan minyak mur antara lain berfungsi sebagai obat untuk
luka.
Bentuk Kubur Yahudi
Mungkin
anda bertanya: “Bisakah orang bertahan hidup dalam kuburan?” Anda juga mungkin
bertanya: “Bisakah kubur itu didatangi/dimasuki, sebagaimana dilakukan Maria
Magdalena dan kawan-kawan?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
terlebih dahulu kita harus paham tentang kubur orang Yahudi.
Bentuk kubur orang Yahudi jangan
kita bayangkan sama dengan model kubur orang Islam, mayat tidak ditanam ke
dalam tanah, melainkan diletakkan di atas batu yang ada di dalam ruang kubur
terletak di gua ataupun yang sengaja dibangun berbentuk semacam tempurung, dan
berpintu. Marilah kita perhatikan model kubur Yahudi tersebut!
Kondisi kubur seperti itu memberi
dua kemungkinan, pertama, orang yang dimasukkan dalam ruang kubur seperti yang
dialami Isa Al Masih masih tetap hidup, karena masih ada ruangan untuk bergerak
dan bernafas.
Kedua, memungkinkan orang lain
memasukinya, seperti yang dilakukan oleh para murid Isa Al Masih, sehingga
terbuka lebar-lebar kesempatan memberi pengobatan (sekaligus makanan) sampai
luka-luka Isa Al Masih sembuh.
Dimanakah Isa AI Masih Wafat dan Dimakamkan?
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa Isa Al Masih tidak meninggal di kayu salib. Beliau hanya
pernah mengalami bahaya penyaliban namun akhirnya diselamatkan oleh Allah
dengan cara diserupakan kondisinya sebagai orang mati dengan cara pingsan. Jadi
Isa Al Masih tidak meninggal disalib melainkan selamat dan tetap hidup, bahkan
sampai usia lanjut.
Keterangan bahwa kehidupan Isa Al
Masih berlanjut sampai usia lanjut dapat kita baca dari keterangan Al-Qur’an
surat Ali Imran/3:46.
“Dia
dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan ketika sesudah
dewasa.”
Kamus
Bahasa Arab “Munjid fil Lughati wal Adabi” mengartikan “kahlan” sebagai “man kaanat sinnu ‘umrihi
bainal tsalatsina wal khamsina taqriban” (seorang yang berusia
kurang 30-50 tahun).
Al
Imam Raghib, seperti dikutib
Saleh A. Nahdi (Bibel dalam Timbangan, PT Arista Brahmatyasa, 1994, h. 20)
mengatakan bahwa “kahlan” sebagai “man wakhatahu syaib” (orang yang rambutnya
bercampur dengan yang putih karena usianya yang lanjut).
Adapun bukti-bukti sejarah bahwa Isa
Al Masih hidup sampai usia lanjut, diantaranya:
1.
Dalam
usia lanjut yang dimulai antara 40-50 tahun, Yesus masih memberikan pengajaran.
Masa hidup tadi disaksikan bukan saja oleh para penginjil melainkan juga oleh
semua pemimpin-pemimpin gereja yang datang ke Asia bersama Yahya yang
menyampaikan riwayat itu kepada pemimpin-pemimpin gereja adalah Yahya sendiri
(C.R. Gregory, Canon and the New Testament).
2.
James
Moffat: Pemuda-pemuda
gereja di Asia percaya kematian Yesus itu terjadi di zaman Kladius tahun 41-50.
Papias sendiri mengatakan bahwa pada usia tersebut Yesus masih mengajar.
Pertanyaan selanjutnya adalah,
dimanakah beliau menjalani masa-masa kehidupannya sampai usia lanjut dan
dimakamkan?
Jawaban
atas pertanyaan tersebut dapat kita dapatkan dari penjelasan Al-Qur’an
surat Al Mu’minun/23:50:
“Dan
kami telah jadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata
hagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang
datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih
yang mengalir “.
Dimanakah tempat yang oleh ayat ini
disebut “suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang
rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir”?
Seperti dikutip H.M. Josoef Sou’yb
(Isa Al Masih Sudah Mati?, PT Al Husna Zikra, 1994, Cet. 1, h. 20-26), di
antara para pakar merujuk bahwa tempat itu adalah dataran tinggi pada bukit
sebelah Barat Laut Mati, Palestina, yaitu biara tempat kediaman sekte Esenes.
Tempat ini dikenal dengan Bukit Qumran.
“Pada dataran deretan bukit batu
yang membujur di sebelah Barat Laut Mati itu terdapat suatu dataran luas … pada
dataran itu menonjol sekelumit runtuhan dinding tembok.”
“Pere de Vaux dengan stafnya,
demikian Edmund Wilson di dalam bukunya Dead Sea Scrolls edisi 1956 H. 55-71,
yang melakukan penggalian dan menemukan reruntuhan suatu biara besar denga
ruangan-ruangan yang luas. Di bawahnya dijumpai pttla enam saluran air tapi
kini sudah kering.”
“Diantara biara besar pada dataran
tinggi itu dengan pinggir Laut Mati, demikian Edmund Wilson, tampak terdapat
lebih seribu kuburan …. Di antara seluruh kuburan yang digali itu maka hanya
ada satu jenazah saja yang punya “keistimewaan” yaitu memakai keranda. Dan
diantara seluruh jenarah itu terdapat jenazah seorang wanita (ingat, penghuni
biara/bukit Qumran hanya kaum laki-laki.”
Satu jenazah yang mempunyai keistimewaan
dengan keranda dan satu jenazah seorang wanita itu tidak lain adalah jenazah
Isa Al Masih dan ibundanya Siti Maryam yang hidup dan meninggal serta
dimakamkan dibukit Qumran.
Mengapa
data-data penting ini terkesan tidak banyak diungkap. Mudah menjawabnya. Karena
ada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan soal ini. Hal ini, misalnya
dapat kita cermati dari fenomena naskah Gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls),
yang terletak di gua Qumran, sekitar 10 mil sebelah Timur Yerussalem yang
menyimpan sekitar 800 macam fragmen dokumen yang ditulis sekitar tahun 200 S.M.
sampai tahun 50 M dalam bahasa Ibrani, Yunani, dan Aram (bahasa sehari-hari
yang dipakai Yesus), di antaranya terdapat 127 dokumen ayat-ayat Bibel juga
kitab suci Apokriba (kitab yang tidak boleh dibaca oleh umat Kristen). Sejak
penemuannya pada tahun 1947 oleh seorang gembala domba Badui sampai selama
empat dekade berikutnya, banyak rahasia gulungan yang disembunyikan oleh
kelompok kecil sarjana yang menguasai dokumen tersebut. Namun penyembunyian itu
berakhir bulan September 1991, ketika sebuah lembaga penelitian di California
yang menyimpan empat set fotografi koleksi Dead Sea Scrolls, mulai mengizinkan
para sarjana yang berkepentingan untuk menelitinya. Bahkan komentar Frank M.
Cross, editor naskah Gulungan Laut Mati dan seorang pakar bahasa Ibrani dan
Barat di Harvard university, memperingatkan bahwa akses tanpa batas pada naskah
gulungan itu akan membongkar misteri yang aneh di sekitar Al Kitab, seperti
kitab Tobit, Sirakh dan Yobel (yang apokripa bagi pemeluk Katolik dan
Protestan) (Dr. Muhammad Ataur Rahim, Misteri Yesus daktrn sejaralt, Pustaka Da’I, 1994).
Kebangkitan Isa Almasih & Penampakan dirinya
Kebangkitan termasuk doktrin utama
bagi umat Kristen. Paulus mengatakan
“Dan
jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu, dan kamu
masih hidup dalam dosamu.” (I
kor 15: 17).
Doktrin kebangkitan menegaskan bahwa
tiga hari setelah kematiannya di kayu salib, Yesus dibangkitkan oleh Tuhan
(Yesus meninggal hari Jum’at, bangkit hari ahad).
Sebenarnya, kita tidak perlu secara
panjang lebar membuktikan benar tidaknya kebangkitan Isa Al Masih, sebab,
seperti telah kita simpulkan di depan, Isa Al Masih tidak meninggal saat di
salib. Beliau diselamatkan oleh Allah swt. lewat murid-muridnya. Disembuhkan
dan dikeluarkan dari kubur. Hilangnya Isa Al Masih dari kubur itulah yang
diyakini pemeluk Kristen sebagai kebangkitan Yesus (dari kubur).
Namun, untuk lebih meyakinkan,
kebangkitan itu sendiri perlu mendapat telaah kritis. Apalagi, masalah tersebut
di kalangan sarjana-sarjana Kristen sendiri menimbulkan pro dan kontra.
Dalam
simposium “Menyamhut Yesus di tahun 2000″ yang
diselenggarakan oleh Oregon State University, AS Februari (1996) silam seperti
dilaporkan mingguan News Week edisi 8 April (1996) (Ummat, No. 22 Thn I, 29 April 1996/11 Zulhijjah
1416 H) doktrin kebangkitan itu mendapat gugatan-gugatan kritis.
Umat Kristen sendiri terbagi menjadi
dua kelompok dalam memahami kebangkitan. Kelompok pertama memahami bahwa
kebangkitan dari kubur berarti Isa Al Masih meninggal kemudian bangkit.
Sedangkan kedua memahami bahwa dimaksud kebangkitan adalah bangkit dari
penyaliban, yang berarti Isa Al Masih belum meninggal saat disalib.
Kenyataan lain juga membuktikan kian
runtuhnya keyakinan umat Kristen tentang kebangkitan. Dari hasil sigi tentang
kebangkitan yang dilakukan Kenneth L. Woodward terhadap umat Kristen Amerika
tahun 1994, dapat dilihat terjadinya penurunan keyakinan itu. Pada tahun 1994,
87% responden menyatakan percaya Yesus dari kematiannya, sedangkan tahun 1996,
merosot tinggal 70%.
Gerd Ludemann, seorang sarjana yang
menekuni kajian Perjanjian Baru asal Jerman, menolak alasan apa pun tentang
doktrin kebangkitan itu tidak lebih dari “formula kosong”. Menurut Ludeman,
kebangkitan yang diriwayatkan Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes itu,
seluruhnya berasal dari Rasul Petrus. Dan apa yang dilihat Petrus tentang Yesus
hanyalah khayalannya. “Itu terjadi karena kesedihannya yang berlebihan atas
kematian Yesus”.
David
Friedrich, dalam The Life of Jessus Critically Examined, seperti
dikutip Ummat, meyakini bahwa orang-orang Kristen pertama dahulu telah membuat
mitos-mitos dan cerita-cerita bohong tentang Yesus. Sedangkan riwayat Injil
yang empat itu baru ditulis 40 tahun setelah kematian Yesus. Itu pun para
periwayat Injil menuliskan riwayatnya dengan khayalan dan pemahaman mereka
masing-masing.
Friedrich
benar, dari empat karangan Injil yang berkaitan dengan kebangkitan dan
penampakan diri Yesus terdapat banyak hal yang kontradiktif. R.P Roguet dalam
bukunya Initiation a I’Evangile (Pembimbing Kepala Injil),
halaman 132 memberikan contoh yang kontradiktif antara lain: daftar nama wanita
yang datang ke kubur tidak sama, hari penampakan yang berbeda, dan tempat
penampakan Yesus tidak sama.
Berikut daftar perbedaan dari 4
Injil tersebut:
Injil Yohanes :
Seorang wanita bernama Maria
Magdalena (20:1), tapi ia memakai istilah “kami” (20:2).
Injil
Matius :
Dua orang, yaitu: Maria Magdalena
dan Maria yang lain (28:1) Malaikat menyatakan bahwa mereka akan melihat Yesus
di Galilea dan sekejab mata sesudah itu Yesus datang menemui mereka dekat kubur
(28:7-9).
Injil
Lukas :
Tiga orang, yaitu Maria dari
Magdala, Yohana dan Maria Ibu Yakobus (24:10). Dua Malaikat menyatakan: Yesus
akan bangkit pada hari ke-3 (24:7). Yesus menampakkan diri di Yudea. Kleopas
dan seorang temannya melihat Yesus, menyatakan Yesus bangkit dan menampakkan
diri pada simon (24:34).
Injil Yohanes :
Seorang, yaitu Maria Magdalena.
Penampakan ke-1 dan ke-2 berselang 8 hari di Yerussalem. Penampakan ke 3 di
pantai danau Tiberias (hikayat ini merupakan ulangan atas peristiwa yang
ditulis Lukas 5:1-11).
Semua berita di atas sangat
kontradiktif dengan surat Paulus kepada orang Korintus (15:5-7) Yaitu: Yesus
telah menampakkan diri kepada 500 orang sekaligus.
Jadi bibel tidak bisa menunjukkan
kapan dan bagaimana peristiwa kebangkitan terjadi. Yang bisa disajikan oleh
Bibel dalam hal ini Perjanjian Baru hanyalah berita-berita yang simpang siur.
Loisy,
dalam bukunya La Le ‘gende de Jesus hal.
467, bahkan membuktikan bahwa konsep kebangkitan hanyalah buatan gereja.
Katanya, “Pernyataan di dalam Injil kanonik dan Apokripa tidak menampakkan
keasliannya. Tetapi dengan cara mana kepercayaan kebangkitan Kristus disadari
mengambil bentuk dan mengabadikan diri baru setengah abad atau lebih setelah
lahirnya agama Kristen.”
Oleh karena itu R.P Roguet yang
bekerja sebagai redaktur suatu mingguan Katolik yang ditugaskan menjawab
pertanyaan-pertanyaan pembaca yang mendapat kesulitan dalam memahami teks Injil
dapat memahami kebingungan para pembacanya, sehingga ia pun menyatakan
kecamannya: “Terdapat khayalan yang aneh dan kekanak-kanakan dalam Injil
Apokripa mengenai kebangkitan Yesus!”
Kenaikanan Isa Al Masih
Hanya Markus dan Lukas yang memuat
hikayat tentang kenaikan.
“Yesus
diangkat ke surga dan duduk di kanan Allah.” (Markus 16:19).
Sedangkan Lukas 24:51, menjelaskan,
“ketika
ia (Yesus) sedang memberkati mereka, ia berpisah dari mereka dan terangkat ke
surga. Kenaikan Yesus ke surga terjadi pada hari ia dibangkitkan dari kubur.”
Namun tulisan Lukas lainnya dalam
Kisah Para Rasul1:2-3, menyebutkan:
“Selama
40 hari ia (Yesus) berulangkali menampakkan diri dan berbicara kepada mereka
tentang kerajaan Allah.”
Beberapa tinjauan kritis berkaitan
dengan kenaikan Yesus seperti diungkapkan oleh Injil di atas adalah sebagai
berikut:
1.
Perlu
diingat bahwa akhir Injil Markus (16:9-20) menurut R.P Roguet dalam
bukunya Initiation a I’Evangile(Pembimbing Kepada Injil) memuat
hikayat yang tidak otentik. Kalimat tersebut hanyalah tambahan (yang tidak
termuat dalam Codex vaticanus maupun Codex Sinaticus). Hikayat yang dimaksud adalah
sekitar peristiwa penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Isa Al Masih.
2.
Tidak
jelas siapa saksinya, kapan terjadinya, apa hubungannya dengan kebangkitan.
3.
Dua
pemberitaan dari Lukas di atas (Lukas 24:51 dan Kisah Para Rasul 1:2-3), satu
sama lain bertentangan. Yang satu menyatakan bahwa kenaikan Yesus ke surga
terjadi pada hari ia dibangkitkan dari kubur (hari Ahad); sedangkan yang lain
setelah 40 hari dari penampakan dirinya.
4.
Ringkasan
4 Injil yang diterbitkan pada tahun 1972 oleh sekolah Bibel di Yerussalem
(jilid II hal. 451) yang mengkritik data-data kenaikan (ascention) dengan
mengatakan “Sesungguhnya tidak ada kenaikan dalam arti
kata fisik.”
Al Quran Tentang Kenaikan Isa Al Masih
Sebenarnya Al Qur’an sudah menjelaskan tentang persoalan
ini, yaitu dalam surat Ali Imran/3:55:
“(Ingatlah)
tatkala Allah berfirman: Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan
mengangkat engkau kepadaKu, dan membersihkan engkau dari pada orangorang
kafir, dan akan menjadikan orangorang yang mengikuti engkau lebih tinggi dari
orang-orang kafir itu sampai hari kiamat. Maka kepada Akulah tempat kembali,
maka akan Aku putuskan nanti di antara kamu dari hal yang telah kamu
perselisihkan padanya itu.”
Ada
dua kelompok penafsiran yang berbeda terhadap ayat diatas, terutama disebabkan
dalam mengartikan dua kata yaitu “mutawaffika” dan “rafi’uka ilayya”. Kelompok Pertama, mengartikan
kata “mutawaffika” sebagai“menyempurnakanmu” atau “menggenggamu.” Sedangkan kata “rafiuka ilayya” diartikan sebagai mengangkatmu
kepadaKu (mengangkat Isa Al Masih ke langit).
Kelompok
Kedua mengartikan kata “Mutawaffika” dengan “mewafatkan” dan “rafi’uka ilayva” dengan
mengangkat (derajat Isa Al Masih).
Pendapat yang terakhir ini
diantaranya dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
Prof.
Dr. KH. Hasbullah Bakry, SH. dalam
bukunya “Isa dalam Al Qur’an Muhamrrrad dalam Bibel,” (Jakarta,
1987) cet. Ke-8, hal. 19, 52 dan 53 menjelaskan:
“Tuhan mematikan (Isa) sebagai
kematian biasa (bukan dibunuh) dan Tuhan mengangkat derajat orang-orang yang
mengikutinya lebih tinggi dari orang-orang yang menentangnya.”
“Tradisi Kristen menurut Injil serta
pendapat sebagian umat Islam menyatakan bahwa Nabi Isa setelah
Khotbah perpisahannya di bukit
Zaitun lalu berangkat terbang ke langit lalu duduk disamping Tuhan dan nanti
akan turun lagi meng-islamkan umat Nasrani adalah sangat bertentangan dengan
tradisi agama-agama Tuhan sendiri sejak Nabi Adam. Umat Islam menerima tradisi
itu dari tradisi umat Kristen atau pendapat itu dibawa oleh orang-orang Nasrani
yang amat banyak masuk Islam setelah Mesir dan Syria dibebaskan umat Islam dari
jajahan Romawi.
Prof.
Dr. HAMKA, dalam tafsir Al Azhar (Jakarta,
1988) Juz ItI, hal. 181, menjelaskan:
“Arti yang tepat dari ayat ini ialah
bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Al Masih mati dihukum
bunuh, sebagai yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan
berhasil. Tetapi Nabi Isa Al Masih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah
beliau wafat, beliau akan diangkat Tuhan ke tempat yang mulia di sisiNya dan
bersihkan diri beliau dari pada gangguan orang yang kafir-kafir itu.”
“Maka dari itu arti pemahaman Dia
(Isa) akan diangkat ke sisi Tuhan, ialah sebagai Nabi Idris yang diangkat
derajatnya ke tempat yang tinggi, sebagaimana tersebut di dalam surat Maryam
(surat 19 ayat 57). Begitu juga orang yang mati syahid di dalam surat Ali Imran
ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup.”
Al
Alusi, dalam Tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma’ani (Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut,
1994), jilid III, ha1.179 memberikan pendapat tentang Mutawaffika, yang artinya
telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalaka) dan
mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh
yang hendak membunuh engkau.
Beliau menjelaskan lagi bahwa arti
warafi’uka ilayya (dan mengangkat engkau kepadaKu), telah mengangkat derajat
beliau, memuliakan beliau, mendudukkan beliau ditempat yang tinggi, yaitu ruh
beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Lalu Al Alusi mengemukakan
beberapa kata rafa’a yang berarti “mengangkat” dari beberapa ayat Al Qur’an
yang tiada lain artinya adalah mengangkat kemuliaan ruhani sesudah meninggal.
Syaikh
Muhammad Abduh, dalam
Tafsir Al Manar jilid II, hal 316, menjelaskan:
“Ulama dalam menafsirkan ayat ini
menempuh dua jalan. Yang pertama bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam
keadaan hidup. Dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum
diantara manusia dengan syariat kita. Penafsiran yang kedua ialah memahamkan
ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang
nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa’a (angkat), ialah ruhnya diangkat
sesudah beliau mati…”
Kata beliau pula:
“Golongan ini, terhadap golongan
pertama yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali,
mereka mengeluarkan kesimpulan hadits-hadits itu ialah hadits-hadits ahad yang
bersangkut paut dengan kepercayaan yang tidaklah dapat diambil kalau tidak
qoth’i (tegas). Padahal perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang
mutawatir.”
Sayid
Rasyid Ridha dalam Majalah
Al Manar, juz 10 hal 28, seperti dikutip Hamka dalam Tafsir Al Azhar (Pustaka
Panjimas, 1988) Juz III, hal. 183, pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia.
“Bagaimana keadaan Nabi Isa
sekarang? Dimana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan tentang ayat inni
mutawaffika wa rafi’uka? Kalau memang dia sekarang masih hidup, sebagaimana di
dunia, dari mana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani
itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas makhluknya?”
Atas pertanyaan itu, Sayid Rasyid
Ridha menguraikan jawabannya:
“Tidak ada nash yang sharih (tegas)
di dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke
langit dan hidup disana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut
sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimhulkan pertanyaan tentang
makanan beliau sehari-hari. Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan
beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan orang
Nasrani, sedang mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan
kepercayaan ini di dalam kalangan muslimin.
Beliau menegaskan:
“Ini adalah masalah khilafiyah.”
Ahmad
Mustofa Al Maraghi, dalam Tafsir Al Maroghi (Syarikah Maktabah Wa Mathba’ah
Mustafa Albabi Alhalabi, 1946), jilid I, juz ke-3 ha1.165 menjelaskan:
“Tidak ada dalam Al-Qur’an suatu
nash yang sharih dan putus tentang Isa a.s diangkat ke langit dengan tubuh dan
nyawanya. Adapun sabda Tuhan mengatakan bahwa: Aku akan mewafatkan engkau dan
mengangkat engkau daripada orang-orang kafir itu, jelaslah bahwa Allah
mewafatkannya dan mengangkatnya, zahiriah (nyata) dengan diangkatnya sesudah
wafat itu, yaitu diangkat derajatnya di sisi Allah. Sebagaimana Idris a.s
dikatakan Tuhan: “Dan kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi.”
“Hadits-hadits yang menyatakan bahwa
Nabi Isa masih hidup (jasmani dan ruhani) dan akan turun dari langit, tidaklah
sampai kepada derajat haditshadits yang mutawatir. Oleh karena itu maka
tidaklah wajib seorang mulim beri’tikad bahwa Isa Al Masih sekarang hidup
dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah ini tidaklah kafir
dari syariat Islam.”
Syaikh
Mahmoud Shaltout, Syaikh
Jami’ Al Azhar (meninggal tahun 1963) seperti yang disiarkan mingguanAr Risalah, yang terbit di Mesir, No 452 jilid 10
hal 515, seperti dikutip Hamka (Tafsir Al Azhar,
1988) cet. Ke-3 hal 317, memberikan pendapat tentang hadits-hadits yang
menyatakan bahwa Nabi Isa akan turun:
“Riwayat-riwayat itu adalah kacau
balau, berlain-lain saja lafadnya dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan.
Kekacau balauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadits. Dan diatas dari
itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Kaab Al
Ahkbar, keduanya itu ialah ahlul kitab yang kemudian memeluk Islam.”
“Adapula hadits yang dirawikan Abu
Hurairah tentang Nabi Isa akan turun, apabila hadits itu shahih, namun dia
adala.h hadits ahad. Dan ulama telah ijma’ bahwa hadits ahad tidak berfaedah
untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan yang ghaib.”
Syaikh
Abdul Karim Amrullah, Ulama
besar Indonesia dalam bukunya Al Qoulus Shahih, 1924.
“Nabi Isa meninggal dunia menurut
ajalnya dan diangkat derajat beliau di sisi Allah, jadi bukan tubuhnya diangkat
ke langit.”
Dr.
Quraish Shihab, dalam
harian Republika, hal 10 tanggal 18 Nopember 1994:
“Bahwa Isa a.s kini masih hidup di
langit, bukanlah satu kewajiban untuk mempercayainya, serta beberapa hadits
yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al Masih dan akan turunnya kelak menjelang
kiamat. Hadits-hadits tersebut walaupun banyak kesemuanya bermuara pada dua
orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al Akhbar
dan Wahab bin Munabbih. Tidak sedikit ulama yang menilai bahwa informasi mereka
pada hakekatnya bersandar dari sisa kepercayaan kedua perowi haditshadits
itu.”
Dari beberapa pendapat ulama diatas,
dapat disimpulkan bahwa:
1.
Isa
Al Masih telah diwafatkan oleh Allah. Seperti manusia lain, beliau pun, akan
terkena sunnatullah kematian “Setiap nafs (yang berjiwa), akan menghadapi
kematian” (Ali Imran/3:185).
2.
Bahwa
Isa Al Masih akan diangkat Allah bukan dalam arti diangkat secara fisik,
melainkan derajatnya. Penggunaan kata rafa’a seperti ini bisa juga kita temui
dalam surat Al Mujadilah/58:11 “….Allah akan mengangkat orang-orang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” Makna
pengangkatan yang sama juga diberikan kepada Nabi Idris (Maryam/19:57).
3.
Bahwa
hadits-hadits Nabi saw yang melukiskan akan tibanya suatu periode dimana Isa
akan mengoreksi keislaman bani Israil yang menyeleweng dari syariat Nabi Musa,
atau menyebut Isa Al Masih berada di langit atau masih hidup hingga kini, tidak
bisa dijadikan pedoman yang kokoh. Kesimpulan tersebut diambil dari beberapa
fakta dibawah ini: Pertama, Hadits-hadits tersebut termasuk hadits ahad,
sehingga tidak bisa dijadikan pedoman dalam soal aqidah. Kedua, walaupun
menurut Bukhari sanadnya shahih tetapi karena matannya mungkin bersinggung
balik dengan Al-Qur’an yang dengan tegas mengatakan bahwa Isa Al Masih telah
wafat maka untuk menghindari kesalahpahaman seperti yang terjadi ada jama’ah
Ahmadiyah Qodian, hadits tersebut lebih baik ditinggalkan saja. Ketiga,
hadits-hadits tersebut, bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas
penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al Akhbar dan Wahab bin Munabbih (yang
masih punya keterkaitan pada kepercayaan lamanya).
Dari
logika saja, bagaimana Isa Al Masih hidup dilangit itu? Apakah Tuhan ada di
langit? Langit itu walau bagaimanapun juga luasnya berarti dalam lingkungan
ruang dan waktu, sedang Tuhan tidak dibatasi ruang dan waktu, laitsa kamitslihi syaiun.
Bagaimana Isa Al Masih dengan tubuh
jasmaninya hidup di langit yang udaranya diluar kesanggupan paru-paru insani?
Atau apakah Isa Al Masih di sana dalam keadaan alam ruhani saja? Kalau demikian
maka kondisi tersebut sama dengan manusia lainnya yang telah mati, mereka hidup
dalam alam ruhani di luar ukuran dunia fana ini. Sehingga tidak perlu
dipersoalkan lagi.
Boleh
jadi juga orang-orang Kristen dan sebagian orang-orang Islam yang menyandarkan
bahwa Isa Al Masih duduk di kanan Allah itu karena ayat Al-Qur’an berbunyi:
“… dan adalah Isa salah seorang yang dekat pada Allah (minal
maqarrabin) .”
Dekat
disini bukan berarti dekat dalam ukuran ruang dan waktu tatapi dekat dalam arti
ruhani, maksudnya beliau sangat mulia di sisi Allah karena iman dan taqwanya
pada Allah. Dan kita jangan keliru bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Isa Al
Masih hanyalah salah seorang saja dari antara orang-orang yang dekat pada
Allah. Jadi kaum “muqarrabin” itu jumlahnya
banyak sekali, dan yang sudah tergolong “muqarrabin” itu
ialah para nabi dan para wali, orang-orang yang saleh dan taqwa pada Allah.
Jadi tidak seharusnya hanya Isa Al Masih saja yang dianggap dekat pada Allah.
Sedangkan pendapat sehagian ulama
bahwa Isa Al Masih masih hidup di surga justru dipakai oleh kalangan Kristen
untuk menyatakan bahwa orang Islam pun mengakui kalau Yesus hidup di surga
dengan Tuhan. Maka siapa yang bisa berdampingan dengan Tuhan kalau bukan Tuhan?
Jika pemahaman itu merasuk pada umat
Islam, maka dua doktrin umat Kristen Kebangkitan, Kenaikan dan Ketuhanan Yesus
dengan mudah juga diterima umat Islam.
Isa Al Masih Kembali ke Dunia?
Kepercayaan
bahwa Isa Al Masih akan kembali ke dunia, untuk menjadi hakim atas kesalahan
umatnya adalah kepercayaan Nasrani yang tertuang dalam Bibel, yaitu Wahyu 19:11-12 dan 20:4-10.
Mengacu kembali akan ketidak benaran
konsep kenaikan Isa Al Masih ke dunia yang juga tertolak.
Marilah
kita simak penjelasan Al-Qur’an surat Al-Maidah / 5:117:
“Aku
tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan
mengatakan, yaitu: Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Dan aku menjadi saksi
terhadap mereka selama aku berada di tengah-tengah rnereka, tetapi setelah
Engkau mewafatkan aku. Engkaulah yang mengawasi mereka dan Engkau pulalah yang
menyaksikan segalanya.”
Jadi,
isi pernyataan Nabi Isa a.s adalah pertama, beliau sanggup bersaksi hanya
sepanjang yang beliau ketahui (selama beliau hidup diantara mereka/bani
Israel); kedua, beliau diwafatkan Allah; ketiga, Allahlah, penguasa hari akhir
zaman, satu-satunya hakim. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam At-Tin / 95:8:
“Bukankah
Allah hakim yang seadiladilnya?”
Pendapat sebagian kalangan umat
Islam bahwa Isa Al Masih yang dilangit akan turun ke dunia untuk menjadi hakim
di akhir zaman justru dimanfaatkan kalangan Kristen sebagai bahan argumentasi
bagi penyimpulan mereka bahwa siapa yang layak jadi hakim kalau bukan Tuhan?
Kalau umat Islam mengakui Isa Al Masih sebagai hakim di akhir zaman berarti
umat Islam meyakini Isa Al Masih sebagai Tuhan di akhir zaman.
Dengan penjelasan seperti yang telah
saya sampaikan pada buku ini, kiranya umat Islam tidak perlu lagi ragu-ragu,
apalagi meyakini doktrin kebangkitan dan kenaikan Isa Al Masih. Sebab sudah
jelas bahwa doktrin tersebut bertentangan dengan Islam dan tidak bisa
dipertanggungjawabkan.
·